OASEDATA - Seiring dengan langkah maju menuju hilirisasi nikel, bayang-bayang deforestasi yang tak terkendali menghantui Halmahera, meninggalkan bekas yang tidak hanya terlihat secara fisik tetapi juga melibatkan dampak ekologis yang signifikan. Menurut hasil kajian dari Forum Studi Halmahera (Foshal), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Maluku Utara, Trend Asia, dan YLBHI, setidaknya 203.597 hektare hutan di Halmahera mengalami kerusakan akibat penambangan nikel untuk proyek hilirisasi.
Julfikar Sangaji, Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Foshal Maluku Utara, menjelaskan bahwa langkah-langkah hilirisasi nikel memberikan dampak langsung pada deforestasi hutan yang tidak terkendali, terutama oleh perusahaan penambangan bijih nikel. Tahap awal penambangan, yang melibatkan aktivitas land clearing atau pembersihan area, memunculkan dampak nyata terhadap tutupan hutan.
"Karena itu sangat mustahil apabila tidak terjadi kehilangan tutupan hutan. Terutama pada tiga lokasi yang kini terkepung Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel," ungkap Julfikar dalam siaran pers.
Contohnya, di Halmahera Timur terdapat 19 IUP dengan total luas konsesinya mencapai 101.047,21 hektar, sedangkan di Halmahera Tengah terdapat 13 izin dengan luas total konsesi 10.390 hektar. Di Halmahera Selatan, ada 15 izin dengan total luas konsesi sebesar 32.236 hektar. Bahkan, empat IUP nikel mencaplok dua kawasan administratif sekaligus, yaitu wilayah Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, dengan total luas konsesi 70.287 hektar.
Maka, tak heran jika 203.597 hektare hutan di Halmahera terus mengalami kerusakan akibat penambangan nikel. Analisis spasial Global Forest Watch menyajikan data yang mencengangkan, menunjukkan penurunan signifikan dalam tutupan pohon di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur sejak tahun 2001 hingga 2022. Kehilangan tutupan hutan di kedua wilayah tersebut setara dengan 20.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e) dan 44.5 Megaton (Mt) CO2e masing-masing.
Di tengah kontroversi dampak lingkungan dari proyek hilirisasi nikel, Provinsi Maluku Utara menjadi rumah bagi tiga kawasan hilirisasi industri pengolahan bijih nikel. Dua di antaranya sudah beroperasi, termasuk Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang terintegrasi dengan PT Weda Bay Nikel di Weda, Halmahera Tengah. Pabrik komponen kendaraan baterai listrik yang dicanangkan oleh konsorsium LG dan IBC juga direncanakan akan berdiri di Buli, Halmahera Timur, pada tahun 2024.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan mendalam tentang bagaimana perkembangan industri hilirisasi nikel bisa sejalan dengan pelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekosistem di Halmahera. Dalam situasi ini, penting untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan agar masa depan generasi mendatang tetap terjamin.^^
Licuan
- Administrator