OASEDATA - Dalam momen krusial debat capres-cawapres ke-4, panggung menjadi saksi ketegangan dan kecerdasan intelektual ketika Prof. Mahfud MD memandang Cawapres 02, Gibran, dan mengajukan pertanyaan mengenai Trisakti Bung Karno. Pertanyaan itu seperti membuka pintu menuju suatu perjalanan historis, mengundang kita untuk merenung tentang sejarah dan esensi konsep Trisakti yang telah menciptakan jejak berharga dalam perjalanan bangsa ini.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-20, yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1964, Presiden Soekarno menggagas konsep Trisakti sebagai fondasi bagi kemandirian bangsa Indonesia. Latar belakang dari gagasan ini muncul dari pengalaman pahit terkait neokolonialisme-imperalisme, atau yang disebut sebagai neoklim, yang merasuki Indonesia pada masa tersebut.
Trisakti merupakan gabungan dari tiga aspek penting yang dianggap Bung Karno sebagai kunci untuk membangun dan memperkuat bangsa Indonesia. Adapun ketiga keadaan yang mendorong munculnya Trisakti adalah:
1. Kerusakan Mental Bangsa
Bung Karno melihat adanya kerusakan mental bangsa sebagai akibat dari pengaruh neoklim. Penjajahan dan tekanan dari pihak asing telah meruntuhkan kepercayaan diri serta semangat nasionalisme masyarakat. Dalam rangka memperbaiki mental bangsa, Trisakti mengajak untuk membangkitkan rasa percaya diri dan cinta tanah air.
2. Sistem Perekonomian yang Menggantungkan pada Bangsa Asing
Gagasan Trisakti juga menggarisbawahi perlunya mengubah sistem perekonomian yang selama ini terlalu bergantung pada kehadiran pihak asing. Bung Karno menekankan pentingnya kemandirian ekonomi sebagai pondasi utama pembangunan nasional. Hal ini mencakup peningkatan produksi dalam negeri dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
3. Mental Terjajah yang Menyingkirkan Budaya dan Semangat Gotong Royong
Trisakti mengkritisi dampak negatif neoklim terhadap mental masyarakat, yang mengakibatkan hilangnya semangat gotong royong dan merosotnya nilai-nilai budaya Indonesia. Bung Karno mengajak untuk menguatkan kembali semangat gotong royong sebagai modal sosial yang memperkuat solidaritas politik hingga ekonomi.
Gagasan Trisakti bukan hanya menjadi konsep, melainkan sebuah panggilan untuk merevitalisasi semangat kebangsaan. Bung Karno berharap bahwa dengan menerapkan Trisakti, Indonesia dapat melangkah menuju kemandirian yang utuh dan mengukir masa depan yang lebih baik. Dalam konteks sejarah, Trisakti tetap menjadi landasan penting untuk menghadapi berbagai tantangan dan memperkokoh identitas bangsa Indonesia.