OASEDATA - Seorang ulama terkenal, Gus Baha, baru-baru ini memberikan penjelasan mengenai hukum memakan bekicot atau escargot dalam Islam, yang menarik perhatian banyak pihak. Menurut Gus Baha, dalam mazhab Syafi'i, yang dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia, bekicot dikategorikan sebagai haram. Hal ini karena binatang tersebut dianggap membawa mudharat, atau bahaya, bagi kesehatan.
Namun, Gus Baha juga menjelaskan bahwa pandangan ini tidak sepenuhnya mutlak dan dapat dipertimbangkan dari berbagai sudut. Ia menyoroti bahwa bekicot sebenarnya mengandung gizi yang lebih tinggi dibandingkan beberapa hewan lain, seperti ayam, yang juga berpotensi membawa penyakit. Dalam konteks ini, Gus Baha mengajak umat Islam untuk tidak bersikap terlalu kaku dalam menafsirkan ajaran agama.
Ia mengingatkan bahwa meskipun mazhab Syafi'i memiliki pandangan yang ketat mengenai kehalalan hewan tertentu, ajaran dari guru Imam Syafi'i, yaitu Imam Malik, lebih fleksibel dalam menghalalkan hewan yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai haram. Pendekatan yang lebih terbuka ini dapat menjadi pertimbangan bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai isu kontemporer, termasuk soal makanan.
Gus Baha menekankan bahwa dalam Islam, prinsip dasar adalah untuk menjauhi sesuatu yang membawa mudharat. Namun, jika sesuatu ternyata bermanfaat dan tidak ada larangan yang jelas dalam Al-Qur'an, maka kita tidak perlu terlalu keras dalam menjatuhkan hukum haram. Pendekatan yang lebih bijaksana dan kontekstual ini dianggap penting agar ajaran Islam tetap relevan dan tidak menyulitkan umatnya.
Di tengah perbincangan mengenai hukum memakan bekicot dalam Islam yang disampaikan oleh Gus Baha, warung bekicot di Magetan saat ini viral dan menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet. Warung yang sudah lama berdiri ini terkenal dengan olahan bekicotnya yang lezat dan kaya gizi, dan kini menjadi semakin populer setelah topik tentang kehalalan bekicot mencuat ke permukaan.
Warung bekicot di Magetan ini menyajikan berbagai hidangan berbahan dasar bekicot, seperti sate bekicot, rica-rica bekicot, hingga krengsengan bekicot. Dengan bumbu khas Jawa Timur yang kuat, hidangan-hidangan ini sukses menggugah selera banyak orang, termasuk para pecinta kuliner yang penasaran ingin mencoba sesuatu yang berbeda. Keunikan dan kelezatan menu-menu di warung ini telah menarik pengunjung dari berbagai daerah, tidak hanya dari Magetan, tetapi juga dari kota-kota lain di sekitarnya.
Viralnya warung bekicot di Magetan ini juga memicu diskusi lebih lanjut di media sosial mengenai pandangan agama dan kuliner lokal. Banyak warganet yang terinspirasi oleh penjelasan Gus Baha, yang mendorong mereka untuk lebih memahami hukum Islam secara mendalam sebelum mengambil kesimpulan. Sebagian besar dari mereka berpendapat bahwa selama makanan tersebut bermanfaat dan tidak membawa mudharat yang jelas, maka tidak ada salahnya untuk menikmatinya.
Warung bekicot di Magetan pun menjadi simbol dari bagaimana kuliner lokal bisa tetap bertahan dan bahkan berkembang, meskipun dihadapkan pada berbagai pandangan yang berbeda. Kehadiran warung ini di tengah-tengah masyarakat menunjukkan bahwa kuliner tradisional memiliki tempat khusus di hati masyarakat, dan dengan pendekatan yang bijak terhadap ajaran agama, keberagaman kuliner ini bisa terus dinikmati tanpa menimbulkan kontroversi yang berarti.
Dengan semakin meningkatnya popularitas warung bekicot di Magetan, tidak sedikit pula yang berharap agar kuliner ini bisa diangkat ke kancah yang lebih luas. Beberapa warganet bahkan mengusulkan agar Magetan menjadi destinasi wisata kuliner yang menonjolkan bekicot sebagai salah satu andalannya. Di tengah berbagai pandangan yang beredar, satu hal yang pasti adalah bahwa warung bekicot di Magetan telah berhasil memadukan tradisi kuliner dengan kekinian, menjadikannya sebuah cerita yang menarik untuk diikuti.
Andy Mahardika
- Administrator